Liputan6.com, Jakarta - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diklaim sebagai program yang bersifat inklusif.
Pasalnya, program ini menjangkau seluruh kelompok prioritas penerima manfaat sesuai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 83 Tahun 2024 tentang Badan Gizi Nasional (BGN).
Hal ini disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana. Menurutnya, dalam Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa sasaran pemenuhan gizi mencakup peserta didik pada jenjang:
- pendidikan anak usia dini (PAUD);
- pendidikan dasar dan menengah di lingkungan pendidikan umum;
- pendidikan kejuruan;
- pendidikan keagamaan;
- pendidikan khusus;
- layanan khusus;
- pendidikan pesantren;
- anak usia di bawah lima tahun (balita);
- ibu hamil dan ibu menyusui.
"Program ini dijalankan secara menyeluruh dan adil bagi seluruh kelompok tanpa diskriminasi. Perubahan kelompok penerima manfaat hanya dapat ditetapkan oleh Presiden. Berdasarkan perpres tersebut program ini dilakukan secara menyeluruh (inklusif)," ujar Dadan dalam pernyataan resminya, Selasa (24/6/2025).
Hingga pertengahan tahun ini, sebanyak 1.837 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah beroperasi secara aktif di berbagai daerah. Seluruh unit ini didirikan melalui skema kemitraan antara BGN dan mitra lokal.
Namun demikian, Dadan mengakui bahwa mitra akan mengalami kesulitan dalam membangun dan menjalankan SPPG di wilayah dengan jumlah penerima manfaat yang terbatas, seperti daerah terpencil dan pulau-pulau kecil.
Lagi ramai dibahas soal makan bergizi gratis tapi isinya bahan mentah dan juga makanan ringan. Benarkah MBG kini tak lagi makanan siap saji?
Apa Solusinya?
Sebagai solusinya, pembangunan SPPG di wilayah tersebut akan menggunakan pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Ia memastikan bahwa seluruh wilayah target akan dapat diintervensi secara menyeluruh pada akhir tahun 2025.
"Sebanyak 1.837 SPPG yang sudah beroperasi, seratus persen merupakan kontribusi kemitraan. Mitra dipastikan akan kesulitan melaksanakan di daerah dengan penerima manfaat terbatas. Daerah seperti ini akan dilakukan dengan infrastruktur didanai APBN," ucapnya.
Respons Kasus Keracunan MBG
Selama pelaksanaan, program MBG diwarnai dengan kasus keracunan. Guna merespons kasus ini, BGN menggandeng Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) guna memperkuat pengawasan keamanan pangan.
Dadan menambahkan, dalam mendukung program MBG, BPOM berperan penting dalam memastikan mutu dan keamanan pangan yang disajikan kepada para penerima manfaat.
Tugas dan kewenangan BPOM tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan serta Perpres No. 80 Tahun 2017 tentang BPOM.
Berdasarkan Pasal 47 ayat 4 PP 86/2019, pengawasan pangan olahan siap saji menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan, BPOM, dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Dalam pasal 53 ayat 2 dan pasal 55 disebutkan bahwa pengawasan dilakukan oleh pengawas pangan atau sanitarian dengan kompetensi yang ditetapkan oleh Kepala BPOM.
Pastikan Pelaksanaan MBG Sesuai Protokol
Atas insiden keracunan itu, BGN memperkuat tata kelola program dengan mengembangkan sistem pengawasan berlapis, pelatihan rutin, dan kerja sama lintas sektor demi menjamin mutu, keamanan, serta kesinambungan program di seluruh wilayah Indonesia.
BGN telah menerbitkan dokumen Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) sebagai panduan operasional bagi seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Selain itu, pelatihan rutin diberikan kepada penjamah makanan untuk memastikan penerapan prinsip keamanan pangan yang sesuai standar.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus keracunan massal yang berasal dari MBG.
"BGN melakukan pemantauan dan pengawasan secara rutin ke setiap SPPG untuk memastikan pelaksanaan MBG berjalan sesuai protokol," ujar Dadan.
Sebagai bentuk partisipasi publik, BGN juga menginisiasi Gerakan Pemantauan Bersama Masyarakat dan Sekolah dengan memanfaatkan kanal media sosial sebagai ruang laporan, pengawasan, dan edukasi gizi.
Kolaborasi dengan pemerintah daerah pun diperkuat, khususnya dalam penanganan kejadian luar biasa (KLB) dan insiden keracunan makanan yang melibatkan peserta MBG.
BGN bersama kementerian/lembaga terkait sedang menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang Tata Kelola Program MBG. Perpres ini ditargetkan dapat diundangkan pada awal Juli 2025, sebagai payung hukum yang kokoh bagi keberlanjutan program.