Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Singapura menyebut telah terjadi kenaikan kasus COVID-19 di sana. Pada tanggal 27 April sampai 3 Mei 2025 tercatat 11.100 kasus Corona, di pekan selanjutnya kasus naik menjadi 14.200.
Pemerintah setempat menyampaikan bahwa subvarian LF.7 dan NB.1 yang merupakan turunan JN.1 yang mendominasi penularan COVID-19 di Singapura
Apa benar LF.7 dan NB.1.8 lebih menular?
LF.1 memperlihatkan dominasi penularan COVID-19 di Singapura pada awal Maret 2025. Disusul dengan NB.1.8.
Menurut data, kedua varian ini memiliki mutasi penting pada spike protein. Hal ini meningkatkan daya lekat virus saat menginfeksi manusia seperti disampaikan epidemiolog Dicky Budiman.
Lalu, LF.1 dan NB.1.8 memiliki kemampuan escape immunity. Ini artinya virus varian tersebut mampu menghindari antibodi yang terbentuk terlebih pada orang yang sudah divaksinasi COVID-19 lebih dari dua tahun.
"Inilah yang menjawab kenapa kasusnya (di Singapura) menjadi banyak. Ya karena unggul dalam penularan dan mampu menghindari antibodi," tutur Dicky ke Health Liputan6.com pada Selasa, 20 Mei 2025.
Tingkat Keparahan Infeksi COVID-19 LF.1 dan NB.1.8
Hingga saat ini belum ada bukti kuat LF.1 dan NB.1.8 yang merupakan turunan dari JN.1 ini berdampak lebih berat pada orang yang terinfeksi.
"Belum ada bukti, sebagian besar pasien apalagi yang sudah booster vaksin COVID-19 memperlihatkan gejala ringan walau ada juga sekelompok yang alami gejala sedang," tutur Dicky.
Hal ini juga diperkuat dengan tidak ada lonjakan pasien ICU di Singapura usai ada peningkatan kasus COVID-19 di sana.
Apa Vaksin COVID-19 Masih Bisa Melawan LF.7 dan NB.1.8?
LF.7 dan NB.1.8 memiliki kemampuan dalam menghindari imunitas yang sudah dibentuk lewat vaksinasi. Namun, vaksinasi COVID-19 tetap bermanfaat dalam mencegah orang tersebut mengalami keparahan bila terpapar LF.7 dan NB.1.8.
"Jadi, vaksin memberikan perlindungan dari keparahan, apalagi kalau yang sudah diupdate vaksinnya," tutur pria yang pernah menjadi peneliti di Griffith University Australia ini.
Apa Kasus COVID-19 di Singapura Tinggi karena LF.7 dan NB.1.8?
Kementerian Kesehatan Singapura mengatkaan kemungkinan alasan peningkatan kasus COVID-19 saat ini adalah menurunnya kekebalan populasi. Hal ini bisa terjadi karena menurunnya kekebala pada individu yang sudah lama tidak divaksinasi COVID-19.
Hal senada juga disampaikan Dicky, dimana kebanyakan masyarakat sudah tidak mendapatkan perlindungan dari vaksin lebih dari dua tahun.
"Mayoritas sudah lebih dari dua tahun (tidak divaksin COVID-19), sehingga ini tidak menjadi keanehan," kata Dicky.
Selain itu, menurut analisis Dicky, faktor kombinasi antara karakter LF.7 dan NB.1.8 serta kesadaran penduduk untuk mendeteksi COVID-19 juga berkontribusi dalam membuat angka temuan kasus COVID-19 di sana bisa mencapai belasan ribu.
"Subvarian itu meningkatkan daya tular, tapi aspek testing di berbagai fasilitas serta kesadaran untuk melakukan tes lebih tinggi itu yang mendorong kenapa deteksi di sana jauh lebih baik," tuturnya.
"Hal ini berbeda dengan Indonesia yang memiliki sistem testing yang pasif," lanjut Dicky.
Dicky juga memuji cara Singapura dalam memonitor patogen dan menganalisis secara genetik (genomic surveillance). Sehingga bisa cepat terdeteksi varian atau subvarian yang muncul.