Liputan6.com, Jakarta - Penyakit tuberkulosis (TBC) masih menjadi ancaman kesehatan di Indonesia. Meski bisa sembuh total dengan pengobatan, ternyata penyintas TBC tetap memiliki risiko kesehatan jangka panjang yang perlu diwaspadai.
Salah satunya adalah peningkatan risiko kanker paru-paru hingga dua kali lipat dibandingkan mereka yang tidak memiliki riwayat TBC.
"Tuberkulosis itu disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Orang bisa sembuh total dengan minum obat selama enam bulan, bahkan sekarang ada regimen yang lebih cepat yaitu emang bulan. Tapi kadang-kadang tetap ada luka di parunya berupa fibrosis," ujar dr. Sita Laksmi Andarini, Ph.D, SpP(K), Dokter Spesialis Paru Subspesialis Onkologi Toraks dari MRCCC Siloam Hospitals, kepada Health Liputan6.com dalam sebuah kesempatan belum lama ini.
Menurut dr. Sita, fibrosis adalah jaringan parut di paru yang bisa terbentuk akibat infeksi TBC. Meskipun penderita sudah dinyatakan sembuh, keberadaan fibrosis tersebut dapat memicu cancer-associated fibroblast, yakni sel-sel jaringan parut yang bisa berkembang menjadi kanker paru di masa mendatang.
"Jadi memang ada kaitannya antara riwayat TBC dengan risiko kanker paru," ujarnya.
Jenis Kanker Paru-paru Apa yang Berhubungan dengan Merokok?
Lebih lanjut, dr. Sita menjelaskan bahwa kanker paru terdiri dari dua jenis utama, yakni small cell lung cancer dan non-small cell lung cancer. Paparan rokok, baik rokok kretek maupun rokok filter, memiliki peran besar dalam perkembangan kanker ini.
"Kalau rokok kretek biasanya mengenai saluran napas besar, sedangkan rokok filter yang partikelnya lebih halus bisa masuk sampai ke perifer paru. Jenis kanker yang sering muncul adalah adenokarsinoma, yang banyak terjadi di daerah tepi paru," katanya.
Tak hanya rokok konvensional, tren vape (rokok elektrik) dan shisha juga perlu diwaspadai. Meski kerap dianggap lebih “aman”, nyatanya kedua produk ini juga mengandung nikotin dalam jumlah tinggi.
"Kami pernah melakukan penelitian, kadar nikotin pada vape bisa lebih tinggi dibandingkan rokok biasa. Sedangkan untuk shisha, kadar nikotin dalam urine bisa 50 kali lipat lebih tinggi daripada rokok biasa," kata dr. Sita.
Mengapa Orang Sulit untuk Melepaskan Diri dari Candu Rokok?
Nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan reseptor di otak dan meningkatkan produksi dopamin, hormon yang memberikan rasa nyaman. Inilah yang membuat pengguna merasa tenang, tidak pusing, dan bisa tidur nyenyak.
Namun, ketika konsumsi nikotin dihentikan, kadar dopamin bisa menurun drastis dan memicu berbagai gejala putus zat seperti pusing, mudah marah, naiknya berat badan, bahkan gangguan tidur.
"Rokok elektrik juga membuat orang susah berhenti karena nikotinnya ada di situ. Untuk lepas dari ketergantungan ini perlu pendekatan multidisiplin, bisa dengan psikoterapi, nikotin replacement seperti permen karet atau patch, bahkan dengan obat-obatan seperti varenicline," kata dr. Sita.
Pentingnya Deteksi Dini dan Gaya Hidup Sehat
Melihat adanya kaitan antara TBC dan kanker paru, dr. Sita menekankan pentingnya deteksi dini serta perubahan gaya hidup, terutama dengan menghindari paparan rokok, vape, dan shisha.
Penyintas TBC juga disarankan untuk rutin melakukan kontrol kesehatan dan pemeriksaan thorax atau CT scan bila diperlukan.
"Kalau sudah pernah TBC, sebaiknya tetap waspada. Jangan anggap enteng gejala seperti batuk berkepanjangan, nyeri dada, atau sesak napas. Lebih baik diperiksa lebih awal daripada terlambat," pungkasnya.