Liputan6.com, Jakarta - Lonjakan kasus COVID-19 kembali dilaporkan di sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Hal ini menjadi pengingat bahwa pandemi belum sepenuhnya berakhir, terutama dengan kemunculan varian baru seperti JN.1, LF.7, NB.1.8, hingga XEC.
Menanggapi kondisi ini, Direktur Pascasarjana Universitas YARSI sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara 2018–2020, Prof. Tjandra Yoga Aditama, menegaskan pentingnya surveilans sebagai strategi utama dalam menghadapi ancaman varian baru COVID-19.
"Surveilans adalah tulang punggung pengendalian penyakit menular, termasuk COVID-19," ujar Prof. Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan singkat, Rabu, 21 Mei 2025. Dia mencontohkan sistem surveilans di Malaysia yang dinilai sangat sistematis.
Negara tersebut masih memberlakukan Prevention and Control of Infectious Diseases Act 1988 [Act 342], yang mewajibkan semua fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, untuk melaporkan kasus COVID-19 secara real time.
"Hal ini memungkinkan deteksi dini dan respons cepat terhadap potensi wabah," kata Prof. Tjandra, yang juga Adjunct Professor di Griffith University Australia.
Varian COVID-19 Terus Bermutasi
Prof. Tjandra juga mengingatkan bahwa COVID-19 masih beredar di tengah masyarakat. Maka, peningkatan kasus sewaktu-waktu bisa terjadi, termasuk di Indonesia.
"Yang penting adalah variasi epidemiologik ini harus terus dipantau ketat. Bukan hanya jumlah kasus dan kematian, tetapi juga pola genomiknya," ujarnya.
Di Singapura, varian JN.1 dan turunannya masih dominan. Sementara di Thailand, terdeteksi varian baru bernama XEC, yang merupakan hasil rekombinasi dari subvarian FLiRT (KS.1.1) dan FLuQE (KP.3.3).
Varian XEC pertama kali ditemukan di Jerman pada Juni 2024 dan kini sudah menyebar ke sedikitnya 15 negara.
"Varian ini mengandung beberapa mutasi yang membuatnya lebih mudah menular. Namun, hingga kini belum ada laporan resmi mengenai keberadaan varian XEC di Indonesia," tambah Prof. Tjandra.
Vaksinasi Masih Relevan
Meski tidak ada lonjakan besar saat ini di Indonesia, vaksinasi COVID-19 tetap direkomendasikan, terutama bagi kelompok rentan.
Prof. Tjandra menyebut bahwa vaksinasi tahunan menjadi langkah pencegahan yang penting.
"Saat saya berada di New York minggu lalu, semua toko farmasi besar seperti CVS menyediakan pojok vaksinasi, termasuk COVID-19, meski kasus di sana sedang landai," katanya.
Langkah yang Harus Dilakukan Pemerintah
Dalam menghadapi potensi peningkatan kasus dan munculnya varian baru, Prof. Tjandra menyarankan tiga langkah utama yang harus dilakukan pemerintah Indonesia:
- Meningkatkan surveilans epidemiologik dan genomik.
- Memantau ketat perubahan epidemiologik di negara tetangga dan dunia, melalui kerja sama ASEAN dan WHO.
- Tidak perlu menerapkan pembatasan perjalanan dari atau ke negara tetangga saat ini, namun tetap meningkatkan kewaspadaan.
"Belum diperlukan pembatasan masuknya warga dari negara tetangga, maupun pembatasan perjalanan warga kita ke luar negeri. Tapi kita harus tetap waspada," pungkas Prof. Tjandra.