Menkes Budi Sebut Ada 632 Perundungan di Pendidikan Kedokteran: Ngunyah Cabai, Makan Telur Mentah hingga Pungli

19 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan ada 2.668 pengaduan yang masuk dalam Sistem Laporan Perundungan yang terjadi dalam program pendidikan kedokteran dari berbagai rumah sakit dan institusi pendidikan di Indonesia. Laporan pengaduan itu terhimpun sejak 20 Juli 2023 hingga 25 April 2025 

"Sudah ada dua ribuan yang masuk (dalam sistem Laporan Perundungan Kemenkes)," kata Menkes Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI pada Rabu, 30 April 2025.

Dari laporan yang masuk, kemudian ditelusuri untuk diketahui mana yang perundungan dan mana yang tidak. Berdasarkan audit internal Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan, ada 632 kasus merupakan bentuk perundungan.

"Irjen kita yang menyaring, mana yang benar-benar perundungan, 632 itu termasuk perundungan," kata Budi.

Dari 632 kasus perundungan, terbanyak terjadi di lingkungan RS Kemenkes RI yakni sebanyak 370 kasus. Lima RS Kemenkes tempat banyak terjadi perundungan yakni:

  1. RSUP Kandou Manado 77 kasus
  2. RSUP Hasan Sadikin 55 kasus
  3. RSUP IGNG Ngoerah 42 kasus
  4. RSUP Sardjito 36 kasus
  5. RSCM 32 kasus

Bentuk Perundungan Pungutan di Luar Biaya Pendidikan

Budi mengatakan dari 632 laporan perundungan yang terjadi di pendidikan kedokteran, terbanyak adalah kategori non fisik dan non verbal (277 kasus). Contohnya adalah pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan.

Budi mengungkapkan bahwa berdasarkan temuan audit internal Irjen Kemenkes RI, ada biaya di luar pendidikan yang ternyata tinggi sekali.

"Pengumpulan biaya uang untuk kas angkatan itu rutin dan ada kisarannya puluhan juta sampai ratusan juta," kata Budi.

Ia lalu memberi contoh kejadian pada peserta PPDS Anestesi di Semarang, almarhumah AR. Budi menerangkan bahwa AR yang saat itu menjabat selama tiga bulan sebagai bendahara di program spesialis anestasi ternyata sempat mengelola dana hingga Rp1,6 miliar.

Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dana itu kemudian mengalir ke berbagai oknum. Pembiayaan non-resmi di luar pendidikan seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen juga menjadi keluhan rutin peserta pendidikan spesialis yang diterima Kementerian Kesehatan.

"Pesanan-pesanan mulai dari sopan sampai tsangat tidak sopan untuk senior maupun konsulen. Seperti pemesanan hotel, pemesanan tiket. Ada yang buat sendiri atau berdua. Itu rutin ditemukan pas audit," kata Budi.

Kekerasan Verbal dan Fisik

Hasil audit laporan perundungan pada peserta pendidikan kedokteran lainnya adalah terjadi kekerasan verbal. Hal tersebut diketahui dari jaringan komunikasi yang di dalamnya berisi konsulen dan peserta didik (senior dan junior).

Perkataan kasar hingga amat kasar juga ditemukan dalam kasus perundungan yang terjadi dalam dunia pendidikan kedokteran program spesialis (PPDS).

"Biasanya para PPDS ada jarkom (jaringan komunikasi) yang terdiri dari senior dan junior. Kalau kita lihat bahasanya superkasar," kata Budi.

Selain kekerasan verbal, ada juga kekerasan fisik. Dimana bila peserta didik melakukan kesalahan dihukum dengan cara mengunyah cabai hingga minum telur mentah.

"Kalau melakukan pelanggaran ngunyah cabe, minum telor mentah, berdiri selama 7 jam. Itu divideokan atau difoto (untuk dikirimkan di jarkom)," kata Budi sembari memperlihatkan contoh tangkapan layar bukti yang ada di jarkom PPDS.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |