20 Ribu Kasus TBC di Jakarta, Begini Cara Dinkes DKI Mengatasinya

4 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati mengatakan bahwa angka tuberkulosis (TBC) di DKI jakarta memang tinggi. Maka dari itu, pihaknya membuat berbagai program.

“Kasus TBC di DKI memang cukup tinggi karena itu kita programnya macam-macam mulai dari yang sifatnya promotif, edukasi ke masyarakat segala macam, preventif, hingga kuratif,” kata Ani saat ditemui di RSUD Kalideres, Jakarta Barat, Senin (23/6/2025).

Sebelumnya, ia menyampaikan bahwa Dinas Kesehatan DKI Jakarta telah menemukan sebanyak 20 ribu lebih kasus tuberkulosis (TBC) di seluruh wilayah tersebut. Dinkes DKI pun ditargetkan bisa menemukan sebanyak 70 ribu pengidap TBC pada 2025, seperti mengutip Antara.

Sementara, saat ditemui di Jakarta Barat, Ani menjelaskan bahwa tempat-tempat pengobatan TBC telah disiapkan di puskesmas dan rumah sakit.

“Dan tidak hanya fasilitas milik pemerintah, kita berjejaring dengan hampir semua faskes yang ada di Jakarta. Pengobatan TBC itu gratis, sepenuhnya diberikan kepada masyarakat.”

Ani tak memungkiri, dalam penanganan TBC masih ada tantangan, terutama dalam menjaga supaya pasien patuh menjalani pengobatan.

“Nah lalu kemudian masalahnya adalah menjaga, supaya setiap orang yang sudah diobati ini bisa menyelesaikan pengobatan TBC-nya dengan tuntas, enam bulan. Jadi konsepnya ditemukan, diobati, dijaga sampai menyelesaikan pengobatannya,” jelas Ani.

TBC kini tidak hanya mengancam orang dewasa, tapi juga anak-anak yang daya tahan tubuhnya masih rentan. Bersama dr. Zata Dini, Sp.P, kita akan mengupas seputar gejala TB, uji klinis vaksin TBC yang disponsori The Gates Foundation, hingga pentingnya k...

Inisiasi Kampung Siaga TBC

Maka dari itu, sambungnya, Dinkes DKI Jakarta menginisiasi kampung siaga TBC.

“Agar semua masyarakat di wilayah itu bisa saling mendukung, bisa saling menjaga. Kalau warganya ditemukan pasien TBC maka bisa mendorong supaya kontak eratnya (anaknya, ibunya, saudaranya) diperiksa karena kan dia berisiko karena kontak erat.”

“Atau keluarganya biasanya perlu diberikan obat pencegahan, lalu kalau sudah diobati harus diberikan semangat, diberikan motivasi agar bisa menyelesaikan pengobatan dan tidak mendapat stigma,” jelasnya.

Biasanya, sambung Ani, orang dengan TBC selalu menghadapi hambatan stigma, sehingga mereka merasa malu.

“Itu yang kita dorong ke masyarakat supaya mereka tidak menstigma, tapi mensuport, karena itu kita dorongnya berbasis kewilayahan supaya lebih cepat,” paparnya.

Ketersediaan Obat dan Dukungan untuk Vaksin TBC

Lebih lanjut, Ani menyinggung soal ketersediaan obat. Menurutnya, obat TBC tersedia dan gratis.

“Sejauh ini, ketersediaan obat ada dan gratis.”

Sementara, terkait uji klinis vaksin TBC, ia menyatakan akan mendukung kebijakan Kementerian Kesehatan.

“Uji klinis vaksin dan kebijakan vaksin itu sepenuhnya di Kementerian Kesehatan, kita pasti akan mendukung program-program dari Kementerian Kesehatan,” pungkasnya.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |