Liputan6.com, Jakarta - Buang Air Besar (BAB) adalah bagian penting dari sistem ekskresi yang berfungsi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme dari dalam tubuh.
Posisi BAB yang tepat dapat membantu tubuh mengoptimalkan proses pembuangan kotoran. Sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa cara atau posisi saat BAB dapat memengaruhi kelancaran proses pencernaan dan bahkan berdampak pada kesehatan jangka panjang.
Dokter spesialis bedah - subspesialis bedah digestif RS EMC Pulomas, Seno Budi Santoso, menjelaskan bahwa posisi yang tidak tepat saat BAB bisa menyebabkan berbagai gangguan. Seperti sembelit kronis, wasir, bahkan gangguan pada otot dasar panggul. Oleh karena itu, mengenali dan menerapkan posisi BAB yang benar bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga menjadi bagian dari upaya menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh.
Lantas, posisi BAB seperti apa yang paling tepat?
“Secara anatomi, tubuh manusia sejatinya dirancang untuk buang air besar dalam posisi jongkok. Dalam posisi ini, sudut anorektal – yaitu sudut antara rektum (bagian akhir usus besar) dan anus – menjadi lebih terbuka dan lurus. Hal ini memudahkan feses keluar tanpa perlu mengejan berlebihan,” jelas Seno mengutip laman EMC, Jumat (18/4/2025).
Saat seseorang jongkok, otot puborektalis, yaitu otot yang melingkari rektum dan berfungsi sebagai 'pengunci' alami untuk menjaga agar feses tidak keluar sembarangan, akan menjadi lebih rileks. Akibatnya, jalan keluar feses menjadi lebih terbuka dan proses BAB bisa berlangsung lebih cepat dan lancar.
Saat duduk maupun jongkok di toilet untuk buang air besar (BAB) baiknya maksimal hanya 15 menit saja. Jika terlalu lama malah bisa membahayakan pembuluh darah di sekitar anus.
Bagaimana Jika BAB dengan Posisi Duduk?
Berbeda dengan posisi duduk seperti yang umum digunakan pada toilet modern, di mana sudut anorektal menjadi lebih sempit dan memaksa tubuh bekerja lebih keras untuk mengeluarkan feses.
Hal ini sering kali menyebabkan seseorang harus mengejan lebih kuat, yang kemudian bisa menyebabkan tekanan berlebih pada pembuluh darah di sekitar anus dan memicu timbulnya wasir.
Seiring berjalannya waktu dan perkembangan gaya hidup modern, banyak masyarakat yang beralih dari toilet jongkok ke toilet duduk karena dianggap lebih nyaman dan higienis. Namun, transisi ini membawa dampak terselubung terhadap kebiasaan BAB dan kesehatan pencernaan.
Di beberapa negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan, kesadaran akan pentingnya posisi BAB yang benar telah mendorong penggunaan alat bantu seperti bangku kecil atau toilet stool, yang diletakkan di depan toilet duduk untuk menopang kaki. Dengan alat ini, posisi kaki menjadi lebih tinggi dari pinggul sehingga tubuh menyerupai posisi jongkok meski tetap duduk.
Metode ini terbukti membantu meluruskan sudut anorektal dan membuat proses BAB menjadi lebih alami. Bahkan, berbagai penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa penggunaan bangku ini mampu mempercepat waktu BAB, mengurangi tekanan intra-abdomen, dan menurunkan risiko penyakit seperti wasir dan konstipasi.
Kaitan Posisi BAB dengan Kesehatan
Seno mengingatkan, lebih dari sekadar postur tubuh, posisi BAB yang benar juga berkaitan erat dengan kebiasaan dan kesadaran diri terhadap kesehatan.
Banyak orang terbiasa mengejan kuat saat BAB karena feses sulit keluar, padahal ini justru membahayakan. Kebiasaan mengejan berlebih dapat merusak otot dasar panggul, menyebabkan penurunan atau prolaps organ panggul, dan bahkan memicu inkontinensia pada usia lanjut.
Dalam jangka panjang, tekanan yang terus menerus pada rektum juga dapat memicu terbentuknya divertikula atau kantong kecil di usus besar, yang berpotensi terinfeksi dan menyebabkan divertikulitis. Semua ini bisa dihindari dengan memperbaiki postur saat BAB, mengatur pola makan tinggi serat, dan menjaga hidrasi tubuh.
Apa Dampak Posisi BAB yang Kurang Tepat?
Tak hanya itu, posisi jongkok atau menyerupai jongkok juga berdampak pada efisiensi BAB. Banyak orang yang mengalami perasaan belum tuntas saat selesai BAB. Ini sering kali terjadi karena posisi yang kurang tepat menyebabkan feses tidak sepenuhnya keluar dari rektum.
Dalam posisi jongkok, tekanan alami dari perut ke usus besar menjadi lebih optimal, sehingga feses terdorong keluar secara lebih sempurna. Hal ini memberikan rasa lega dan mencegah penumpukan feses yang bisa menyebabkan toksin menumpuk dalam tubuh. Beberapa ahli bahkan menyarankan meditasi ringan atau pernapasan dalam saat BAB untuk membantu tubuh lebih rileks, sehingga proses buang air besar menjadi lebih lancar.
Mengingat pentingnya hal ini, edukasi mengenai posisi BAB yang benar sebaiknya dimulai sejak dini, bahkan sejak masa kanak-kanak. Anak-anak perlu diajarkan bahwa BAB bukan hanya tentang ‘pergi ke toilet’, tetapi juga tentang bagaimana tubuh bekerja dan bagaimana kita bisa membantu tubuh bekerja secara alami.
Di sekolah-sekolah maupun dalam keluarga, pembiasaan penggunaan toilet jongkok atau pengetahuan tentang penggunaan bangku kaki saat di toilet duduk bisa menjadi bagian dari pendidikan kesehatan dasar.
Penghormatan Terhadap Desain Alami Tubuh
Penting untuk memahami bahwa tubuh manusia memiliki mekanisme alami yang bekerja secara optimal ketika didukung oleh kebiasaan yang selaras dengan fisiologinya.
“Posisi jongkok saat BAB bukan sekadar tradisi atau kebiasaan lama, melainkan bentuk penghormatan terhadap desain alami tubuh kita. Bila Anda selama ini terbiasa menggunakan toilet duduk, tidak perlu khawatir—cukup mulai dengan langkah kecil seperti menambahkan bangku kecil di kamar mandi untuk menopang kaki saat duduk,” ujar Seno.
“Dengan langkah sederhana ini, Anda bisa membantu sistem pencernaan bekerja lebih efisien, mengurangi risiko penyakit, dan menjaga kenyamanan dalam aktivitas yang sering dianggap remeh. Jadi, mulailah kenali dan praktikkan posisi BAB yang benar karena kesehatan besar dimulai dari kebiasaan kecil yang benar,” pungkasnya.