Liputan6.com, Jakarta - Mammogram sering kali menjadi momok bagi banyak perempuan. Prosedur ini kerap dikaitkan dengan rasa sakit, ketidaknyamanan, hingga kekhawatiran soal biaya. Namun, studi terbaru menunjukkan bahwa menunda atau melewatkan pemeriksaan mammogram pertama justru bisa berdampak serius terhadap kesehatan, bahkan meningkatkan risiko kanker payudara hingga 40 persen.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam BMJ menemukan bahwa perempuan yang tidak melakukan mammogram pertamanya berisiko lebih tinggi terkena kanker payudara stadium lanjut di masa mendatang. Lebih mengkhawatirkan lagi, keterlambatan ini juga dikaitkan dengan angka kematian yang lebih tinggi.
"Para perempuan yang tidak menghadiri skrining pertama mereka lebih mungkin melewatkan skrining selanjutnya," ujar ahli bedah onkologi payudara sekaligus profesor klinis bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford, Jean Bao, MD, dilansir dari Health pada Senin, 20 Oktober 2025.
Menurutnya, penundaan tersebut dapat berkontribusi terhadap temuan kanker pada stadium yang lebih berat. "Keterlambatan ini juga dapat berdampak pada tingkat kematian yang lebih tinggi," tambah Bao.
Risiko Melewatkan Mammogram Pertama
Menariknya, studi ini juga menunjukkan bahwa jumlah kasus kanker payudara tidak berbeda jauh antara kelompok yang menjalani mammogram pertama dan yang menundanya.
Sebanyak 7,8 persen perempuan yang menjalani pemeriksaan pertama didiagnosis kanker payudara, sedangkan 7,6 persen perempuan yang menunda pemeriksaan juga terdeteksi penyakit yang sama.
Namun, perbedaannya bukan pada jumlah kasus, melainkan pada tingkat keparahan kanker. Bao menjelaskan bahwa mammogram membantu mendeteksi kanker dalam ukuran kecil dan stadium awal, yang berarti peluang sembuh jauh lebih tinggi.
"Jika Anda menunda mammogram atau tidak melakukan skrining, ketika kanker ditemukan, ukurannya mungkin sudah lebih besar," kata Bao.
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), penundaan mammogram sering kali disebabkan oleh berbagai hambatan sosial dan ekonomi.
Isolasi sosial, minimnya akses transportasi, ketidakstabilan ekonomi, hingga mahalnya biaya kesehatan membuat sebagian perempuan kesulitan menjangkau layanan skrining.
Pentingnya Pemeriksaan Rutin
Kondisi ini paling sering terjadi pada perempuan berkulit berwarna di Amerika Serikat, yang juga memiliki tingkat keparahan kanker payudara lebih tinggi dibanding kelompok lain. Studi menegaskan bahwa ketimpangan ini memperbesar risiko keterlambatan diagnosis dan pengobatan yang efektif.
Satgas Layanan Pencegahan AS (USPSTF) merekomendasikan agar perempuan berusia 40 hingga 74 tahun melakukan pemeriksaan mammografi setiap dua tahun. Namun, Bao menilai dalam beberapa kasus, pemeriksaan dua tahunan belum tentu cukup.
"Bahkan, pemeriksaan rutin setiap dua tahun mungkin tidak cukup bagi sebagian perempuan," ujarnya.
Dia menyarankan pemeriksaan tahunan terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker payudara atau pernah menjalani biopsi dengan hasil abnormal.
Organisasi seperti American Society of Breast Surgeons dan American College of Radiology juga merekomendasikan pemeriksaan tahunan untuk kelompok berisiko tinggi.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Screening Mammogram
Bao menegaskan bahwa mammogram pertama bisa jadi tidak nyaman. Jadi, seharusnya kita semua dapat menyiapkan diri sebelum melakukan pemeriksaan.
Selain mammogram, lanjutnya, rasa tidak nyaman juga timbul saat tenaga kesehatan melakukan penekanan pada jaringan payudara agar mereka dapat melihat adanya kelainan maupun tumor.
Adanya rasa tidak nyaman mendorong kita untuk terbuka kepada tenaga kesehatan yang membantu pemeriksaan.
"Meningkatkan kesadaran itu penting. Memberi tahu orang-orang tentang pentingnya pemeriksaan mammogram dan keamanannya," kata Bao.
Bao, menambahkan, selain tentang ketidaknyamanan, bicarakan juga keterlambatan pemeriksaan pada tenaga kesehatan.
Hal ini bisa menjadi intervensi dan jika ditemukan sebuah kelainan dapat ditindaklanjuti oleh tenaga kesehatan.