Sulit Jadi Dokter Spesialis Kalau Bukan Anak Orang Kaya, Menkes Budi Ungkap Realitanya

1 day ago 9

Liputan6.com, Jakarta - Menjadi dokter spesialis bukan perkara mudah, apalagi jika berasal dari keluarga biasa. Masalah biaya dan sistem pendidikan yang menuntut komitmen penuh sering kali membuat banyak dokter muda mengurungkan niat. 

Bukan karena kurangnya kemampuan atau semangat, tetapi karena kenyataan pahit: biaya dan sistem pendidikan dokter spesialis di Indonesia tidak berpihak pada mereka yang berasal dari kalangan ekonomi biasa. 

Hal ini pula yang disoroti oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin, dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI pada Selasa, 29 April 2025. 

Menkes Budi secara terang-terangan menyebut bahwa kebanyakan dokter spesialis di Indonesia berasal dari keluarga kaya. 

"Itu menyebabkan kenapa dokter spesialis biasanya anak orang kaya," kata Budi. "Kalau bukan anak orang kaya, enggak mungkin bisa hidup," lanjutnya.

Tantangan Berat dalam Pendidikan Dokter Spesialis

Menurut Menkes Budi, sistem pendidikan kedokteran spesialis saat ini mengharuskan calon peserta untuk berhenti bekerja selama empat tahun, tanpa mendapatkan penghasilan. 

Padahal, kebanyakan dokter umum yang ingin melanjutkan ke jenjang spesialis sudah memiliki keluarga dan tanggungan hidup.

"Mereka tuh, umumnya sudah berkeluarga, sudah bekerja sebagai dokter, udah ada income. Kemudian kalau mau jadi spesialis mesti dengan sistem pendidikan seperti sekarang, harus melamar di fakultas kedokteran, belajar selama empat tahun tidak ada income," ujarnya.

Realita ini menjadikan profesi dokter spesialis terkesan elitis, hanya bisa diakses oleh mereka yang memiliki dukungan finansial kuat sejak awal.

Solusi Pemerintah: Program PPDS Berbasis RSPPU

Melihat ketimpangan tersebut, Kementerian Kesehatan kini mendorong perubahan lewat Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSPPU). 

Dalam program ini, para calon dokter spesialis yang disebut residen tidak hanya bebas dari biaya kuliah, tetapi juga mendapatkan Bantuan Biaya Hidup (BBH). 

Selain itu, mereka berstatus sebagai pekerja kontrak, yakni dokter umum yang bekerja di rumah sakit tempat mereka menempuh pendidikan. 

"Kalau mereka dari luar kota terus belajar, kita kasih. Enggak besar, ya paling enggak bisa ganjel hidup," kata Budi.

Besaran Bantuan Biaya Hidup untuk Residen

Pemerintah memberikan BBH secara bertahap kepada para residen berdasarkan level atau tahapan pendidikan mereka:

  • Tahap 1 (awal): Rp5 juta per bulan
  • Tahap 2 (madya): Rp7,5 juta per bulan
  • Tahap 3 (mandiri): Rp10 juta per bulan

Setelah lulus, para residen ini akan langsung didayagunakan di daerah-daerah yang membutuhkan, sehingga keberadaan mereka benar-benar menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan nasional.

Dengan hadirnya PPDS berbasis RSPPU dan dukungan BBH, diharapkan mimpi menjadi dokter spesialis tidak lagi eksklusif milik anak orang kaya. 

Siapa pun, termasuk mereka yang berasal dari keluarga biasa, punya kesempatan yang sama untuk mengabdi dan berkembang dalam dunia medis. 

Kini, tantangannya adalah memastikan sosialisasi program ini merata dan proses seleksinya tetap adil, agar benar-benar membuka jalan bagi talenta terbaik bangsa. 

Read Entire Article
Helath | Pilkada |