Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengungkap kasus HIV pada remaja usia 15-19 tahun capai 2.700 hingga Maret 2025.
Terkait angka ini, Juru Bicara Kemenkes, drg. Widyawati, MKM., menjelaskan strategi Kemenkes untuk menjangkau para remaja agar terhindar dari HIV.
“Strategi Kementerian Kesehatan agar remaja dapat terhindar dari risiko HIV adalah melalui kegiatan promosi, edukasi, pencegahan dan kolaborasi bersama pihak terkait,” kata perempuan yang akrab disapa Bu Wid kepada Health Liputan6.com saat dihubungi pada Kamis (19/6/2025).
Pihaknya menggalakkan edukasi pencegahan HIV pada remaja melalui:
- Pemanfaatan media sosial termasuk website ayosehat.kemkes.go.id.
- Edukasi kesehatan reproduksi remaja di sekolah serta penjaringan kesehatan anak usia sekolah dan remaja.
- Membentuk kader kesehatan remaja.
- Kampanye pencegahan HIV yang masif terutama dalam peringatan Hari AIDS Sedunia, Hari Kesehatan, Hari Remaja dan Hari Anak.
- Kolaborasi dengan kementerian/lembaga lintas sektor.
“Kegiatan edukasi HIV ini juga telah dimuat dan terintegrasi dalam modul pendidikan kesehatan reproduksi remaja di tingkat SD, SMP dan SMA atau sederajat,” ujarnya.
“Dengan meningkatkan pengetahuan dan kepedulian tentang HIV, diharapkan bisa menurunkan stigma dan diskriminasi HIV pada remaja,” harapnya.
Selain itu, telah dikembangkan juga Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) yang turut berkontribusi dalam mengintensifkan upaya pencegahan HIV bagi remaja. PKPR berperan penting dalam mengintensifkan upaya pencegahan HIV bagi remaja dengan menyediakan layanan konseling, tes, dan informasi yang ramah remaja.
Penderita HIV/AIDS masih terus berjuang melawan stigma dan diskriminasi dari masyarakat terhadap penyakit yang dideritanya. Sebagian orang masih mengangkat HIV/AIDS adalah penyakit yang menakutkan.
Penjangkauan Remaja oleh Komunitas
Di sisi lain, sambungnya, kegiatan penjangkauan yang dilakukan oleh komunitas/ LSM kepada populasi kunci juga turut menjangkau kelompok populasi kunci usia muda.
Kegiatan penjangkauan tersebut tidak hanya mencakup upaya pencegahan, tes HIV dan tautan ke layanan pengobatan bagi yang telah tes HIV dengan hasil reaktif, tetapi juga secara aktif berupaya menurunkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV (ODHIV).
Kemenkes juga menggaungkan kampanye ABCDE. Ini adalah salah satu cara merespons kasus HIV di kalangan remaja.
Ini termasuk dalam upaya memperkuat edukasi pencegahan agar jangan sampai jumlah remaja yang terinfeksi HIV bertambah. Edukasi pencegahan dengan pengemasan kampanye ABCDE dijabarkan Widyawati, sebagai berikut:
A: Abstinence - Tidak melakukan hubungan seksual berisiko sebelum menikah.
B: Be Faithful - Ketika sudah menikah, setia pada satu pasangan.
C: Condom - Hanya untuk kelompok remaja berisiko seperti populasi kunci, untuk menggunakan kondom.
D: Drugs - Tidak menggunakan NAPZA, terutama Narkoba melalui Jarum Suntik.
E: Education – Perkuat pencegahan melalui edukasi HIV yang benar dan komprehensif.
“Untuk remaja yang berisiko namun belum mengetahui status HIV, didorong untuk segera mengakses layanan tes HIV di Fasyankes terdekat. Hingga Maret 2025, Kemenkes telah memperluas dan mempermudah akses layanan tes HIV sukarela (VCT) dan konseling di 12.609 layanan tes HIV di 38 provinsi di Indonesia,” jelas Widya.
Bagi Remaja yang Telah Terinfeksi HIV
Sedangkan, bagi remaja yang telah terinfeksi HIV, didorong untuk patuh pengobatan ARV dan menggunakan kondom secara konsisten.
Kepatuhan dalam pengobatan ARV akan menghasilkan virus tersupresi hingga virus tidak terdeteksi.
“Undetectable/ Virus Tidak Terdeteksi = Tidak Menularkan HIV, sehingga treatment as prevention (perawatan sebagai pencegahan) juga dapat dioptimalisasikan untuk mencapai Zero New Infection (nol infeksi baru).”
Remaja dengan HIV yang virusnya tidak terdeteksi tidak akan menularkan HIV kepada yang lain. Saat ini, telah tersedia 6.022 layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan (PDP) di 38 provinsi di Indonesia.
“Dalam menangani kasus HIV, Kementerian Kesehatan tidak bekerja sendiri tetapi juga bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan, BKKBN, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tujuannya agar program pencegahan HIV bisa masuk ke berbagai kegiatan yang dekat dengan remaja,” ujarnya.
2.700 Kasus HIV pada Remaja
Sebelumnya, Kemenkes melaporkan 2.700 kasus HIV pada remaja usia 15-19 tahun hingga Maret 2025.
“Faktanya, sampai Maret 2025, ada 2.700 remaja usia 15-19 tahun di Indonesia yang hidup dengan HIV,” mengutip Instagram Kemenkes, Kamis (19/6/2025).
Tingginya angka remaja yang mengidap HIV disebabkan beberapa hal, seperti:
- Minim terpapar informasi atau tak memiliki akses informasi.
- Tak mengetahui cara pencegahan HIV.
- Tidak memiliki kesadaran terhadap risiko perilaku seksual.
- Tak memiliki pengetahuan tentang HIV.
Sebanyak 2.700 remaja yang mengidap HIV memiliki latar belakang berbeda yakni pekerja seks, pengguna NAPZA suntik, transgender, dan lelaki seks lelaki (LSL).
“Siapapun bisa terinfeksi HIV, jauhi virusnya, bukan orangnya, cegah HIV dengan perilaku sehat dan tidak berisiko,” pesan Kemenkes.