Liputan6.com, Jakarta - Tren perawatan kulit mengalami pergeseran signifikan. Jika sebelumnya filler dan prosedur tarik benang menjadi andalan untuk menciptakan wajah kencang dan berisi, kini masyarakat mulai beralih ke metode yang lebih alami, yakni bio-stimulator.
Menurut Dermatologist dr. Dikky Prawiratama, M.Sc, Sp.DVE, kesadaran masyarakat untuk mendapatkan kulit sehat dan tampak muda secara natural terus meningkat, terutama pasca pandemi COVID-19.
"Skincare terutama di Indonesia itu luar biasa dahsyat. Semua orang sekarang lebih ingin kulit yang plump, sehat, poreless, dan flawless. Fokusnya bukan lagi hanya mengisi volume, tapi memperbaiki kualitas kulit secara menyeluruh," ujar dr. Dikky dalam sebuah kesempatan belum lama ini.
Bio-stimulator adalah zat aktif yang merangsang pembentukan kolagen alami di dalam kulit. Seiring bertambahnya usia, produksi kolagen menurun drastis, sehingga kulit menjadi kendur, kering, dan muncul kerutan.
"Bio-stimulator bekerja dengan menciptakan peradangan mikro di kulit, mirip seperti saat luka ringan. Peradangan ini memicu tubuh membentuk kolagen baru secara bertahap," ujar dr. Dikky.
Beda dengan Filler dan Tarik Benang Kebanyakan
Berbeda dari filler yang langsung memberikan efek instan, bio-stimulator memerlukan waktu untuk menunjukkan hasil. Biasanya, perubahan mulai tampak setelah 4–6 minggu pasca injeksi.
"Jangan berharap hasil instan seperti filler. Efek bio-stimulator itu bertahap dan lebih natural. Ini yang membuatnya cocok untuk perawatan jangka panjang," tambah dr. Dikky.
Salah satu bio-stimulator yang kini banyak digunakan adalah Ultracol, produk berbasis PDO (polydioxanone) microsphere yang dikembangkan oleh perusahaan Regenesis.
Produk ini diklaim sebagai teknologi pertama di dunia dalam kategori tersebut dan mengedepankan keamanan serta efektivitas dalam merangsang produksi kolagen alami.
"PDO itu sudah digunakan sejak 1980-an dalam dunia medis, seperti benang bedah dan implan. Artinya, keamanan bahan ini sudah teruji puluhan tahun," ujar dr. Dikky.
Filler vs Bio-stimulator: Mana yang Lebih Baik?
Kelebihan PDO dibanding bahan bio-stimulator lain seperti calcium hydroxyapatite (KH), poly-L-lactic acid (PLLA), atau polycaprolactone (PCL), terletak pada ukuran partikelnya yang kecil dan mudah diserap tubuh.
Hal ini meminimalkan risiko terbentuknya granuloma, yakni benjolan akibat reaksi tubuh terhadap partikel besar yang tidak bisa dihancurkan sel imun.
"PDO akan hancur dan terserap dalam 12 minggu. Jadi aman, tidak meninggalkan sisa yang bisa memicu reaksi negatif," katanya.
Meskipun sering disamakan, filler dan bio-stimulator memiliki fungsi dan cara kerja yang berbeda.
Filler mengisi volume wajah secara langsung dengan gel, sementara biostimulator merangsang tubuh untuk memperbaiki struktur kulit dari dalam.
"Kalau pasien butuh hasil cepat untuk garis senyum atau volume wajah yang kosong, filler bisa jadi pilihan. Tapi, kalau ingin kulit yang sehat dan awet muda secara alami, bio-stimulator lebih cocok," ujar dr. Dikky.
Filler memberikan efek langsung dan bertahan sekitar 12–18 bulan. Sebaliknya, bio-stimulator bekerja perlahan, tapi hasilnya cenderung lebih stabil dan tahan lama karena berasal dari pembentukan kolagen alami tubuh.
Aman untuk Area Sensitif
Keunggulan lain dari bio-stimulator berbasis PDO adalah keamanannya untuk area wajah yang sensitif seperti dahi, pelipis, dan bawah mata.
Karena tidak mengisi dengan volume berlebih, risiko pembengkakan atau bentuk yang tidak natural bisa diminimalkan.
Dari sisi teknis, PDO dalam Ultracol juga unggul dalam hal kemudahan persiapan. Tidak seperti bahan bio-stimulator lain yang perlu dilarutkan hingga dua jam sebelum tindakan, produk dari Regenesis ini cukup dikocok kurang dari lima menit dan langsung siap digunakan.
"Pasien sekarang maunya serba cepat. Ketika mereka datang dan ingin perawatan hari itu juga, kita bisa langsung eksekusi. Itu keunggulan besar dari PDO," pungkas dr. Dikky.