Liputan6.com, Jakarta Aktivitas merokok kerap diperlihatkan di dunia maya, misalnya dalam program podcast. Para pembicara dalam podcast tak segan merokok sambil berbincang padahal videonya dapat ditonton oleh siapa saja termasuk anak-anak.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI), dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, memberi tanggapan soal hal ini.
“Sebenarnya kita punya PP (Peraturan Pemerintah) terbaru, PP No. 28 Tahun 2024 di sana memang kalau terkait iklan itu harus 500 meter dari instansi pendidikan. Kalau iklan di media sosial sama sekali dilarang. Kalau di televisi itu di atas jam 22.00 sampai 05.00,” kata Nadia dalam Soft Launch Strategi Pemasaran Sosial Pengendalian Tembakau bersama Jalin Foundation di Jakarta, Rabu (7/5/2025).
“Kalau di podcast itu kadang-kadang kesannya itu bukan beriklan ya tapi ya mereka memang biasa merokok. Tapi kita punya lagi satu aturan yang disebut sebagai kawasan tanpa rokok. Misalnya tempat-tempat umum, tempat pendidikan, fasilitas kesehatan, dan hotel.”
Mengingat adanya kawasan tanpa rokok, pihak Nadia tengah mencoba bagaimana agar tempat penyiaran pun menjadi salah satu kawasan tanpa rokok (KTR).
“Kita sedang mencoba bagaimana tempat-tempat penyiaran pun harusnya menjadi kawasan tanpa rokok. Nah, kalau sudah ada penerapan, KTR ini juga menjadi sebuah penilaian untuk sebuah institusi dan itu bisa diregulasi oleh pemerintah daerah atau Komdigi,” ucapnya.
Pemerintah diminta mempertimbangkan secara matang terkait wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Sebab, kenaikan harga ini bukan hanya mengancam industri rokok, tetapi juga para pekerjanya serta petani tembakau.
Koordinasi dengan Asosiasi Film dan Sinetron
Nadia menambahkan, Kemenkes juga sudah berhubungan dengan asosiasi perfilman dan sinetron.
“Kami juga sudah berhubungan dengan asosiasi perfilman, sinetron, bagaimana visualisasi rokok. Kalau kita belajar dari negara-negara lain, lembaga sensor akan menyensor, boleh ada adegannya tapi di-blur saat adegan merokok.”
“Memang untuk podcast atau penyiaran melalui media elektronik ini yang memang akan kita atur lebih lanjut karena kita belum menemukan polanya,” jelas Nadia.
Pentingnya Lindungi Generasi Muda dari Bahaya Rokok
Dalam kesempatan itu, Nadia juga menekankan pentingnya melindungi generasi muda dari bahaya rokok, terutama rokok elektronik.
"Sekarang isu perokok pemula atau remaja itu lebih pada bagaimana kita membentengi anak-anak kita, terutama terhadap rokok elektronik," kata Nadia.
Menurut dia, perusahaan rokok kini gencar mempromosikan rokok elektronik kepada generasi muda.
"Karena dengan rokok elektronik itu perisa rasanya saja itu bisa lebih banyak ketimbang rokok konvensional dan itu kan lebih mudah untuk kemudian mempromosikannya," ucap Nadia.
Beri Pemahaman Soal Bahaya Rokok dengan Pendekatan Berbeda
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT), Benget Saragih, menyampaikan pentingnya sosialisasi hidup sehat kepada generasi muda untuk menekan prevalensi perokok di Indonesia.
"Pendekatan harus diubah. Jangan sampaikan kalau rokok itu berbahaya. Tapi sampaikan bahwa hidup itu harus sehat. Bergerak, olahraga, makan yang sehat, tidak merokok," kata Benget Saragih.
Dia menambahkan, pendekatan mengenai pemahaman bahaya merokok kepada generasi muda harus dilakukan dengan cara berbeda.
"Kalau dilarang, ngelunjak. Tapi kita ajak hidup sehat dengan tidak merokok, tidak minum alkohol dan disadarkan di keluarga, lingkungannya. Pendekatan harus diubah," kata Benget Saragih.
Sosialisasi atau kampanye anti merokok itu harus terus dilakukan mengingat Indonesia akan memperoleh bonus demografi pada tahun 2045.
"Karena tahun 2045 Indonesia Emas, kalau kita enggak gerak bersama anak-anak ini, yang terjadi Indonesia cemas," pungkasnya.