Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menjalankan program pembinaan bagi anak-anak bermasalah dengan cara mengirim mereka ke barak militer.
Program barak militer Dedi Mulyadi ini menuai beragam reaksi, mulai dari dukungan hingga peringatan serius dari para ahli psikologi anak dan remaja.
Sebanyak 39 siswa bermasalah di Kabupaten Purwakarta telah mengikuti Program Pendidikan Karakter, Disiplin, dan Bela Negara Kekhususan yang dimulai sejak 2 Mei 2025 di Barak Resimen 1 Sthira Yudha.
Dedi menyebut program ini menyasar anak-anak yang dianggap sudah mengarah ke tindakan kriminal dan tidak lagi mampu dibina oleh orangtuanya.
"Kriterianya adalah anak-anak yang sudah mengarah ke tindakan-tindakan kriminal. Dan, orangtuanya tidak punya kesanggupan untuk mendidik," kata Dedi Mulyadi di Bandung, 2 Mei 2025, seperti dikutip dari Kanal News Liputan6.com pada Rabu, 14 Mei 2025.
Namun, pendekatan ini mendapat sorotan tajam dari kalangan psikolog. Psikolog anak dan remaja dari PION Clinician, Madasaina Putri, M.Psi, menilai pendekatan militeristik tidak selalu cocok untuk perkembangan emosional dan mental remaja.
"Pendekatan keras dan penuh tekanan seperti di barak militer bisa memicu perasaan terancam, memperparah stres, dan bahkan memperburuk kondisi cemas menjadi gangguan kecemasan klinis," ujar Madasaina kepada Health Liputan6.com belum lama ini.
Psikolog: Setiap Remaja Punya Karakter yang Berbeda
Sebanyak 40 siswa akan dikirim ke barak TNI Kodim 0610 Sumedang, pada Jumat besok. Dimana sebelum dididik selama satu bulan, para pelajar ini menjalani tes kesehatan dan psikologi.
Menurutnya, setiap remaja memiliki latar belakang dan karakter yang berbeda. Pendekatan seragam berisiko justru memperparah kondisi mereka.
"Alih-alih berubah menjadi lebih baik, mereka bisa merasa tidak dipahami dan makin sulit diarahkan,” tambahnya.
Lebih jauh, Madasaina juga memperingatkan soal risiko pembentukan identitas negatif.
“Ketika mereka dikirim ke barak militer sebagai hukuman, itu bisa menginternalisasi label bahwa mereka memang nakal dan bermasalah. Di usia yang sedang membentuk identitas diri, ini sangat berbahaya," tambahnya.
Program Barak Militer Dedi Mulyadi Dapat Dukungan Kak Seto
Meski demikian, program ini mendapatkan dukungan dari Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau yang akrab disapa Kak Seto.
Dia meninjau langsung kondisi barak militer dan memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi.
"Meski ada unsur kedisiplinan ala militer, pendekatannya tetap menggunakan bahasa anak dan menjunjung tinggi hak-hak mereka,” kata Kak Seto pada 10 Mei 2025 di Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Kak Seto juga menyebut bahwa anak-anak mendapat akses pemeriksaan kesehatan dan psikologis, serta ruang untuk menyuarakan pendapat.
Program ini pun dipantau secara intensif oleh berbagai pihak, termasuk LPAI, untuk memastikan pelaksanaannya tetap mengedepankan prinsip perlindungan anak.
Tanggapan Wamen PPN soal Barak Militer ala Dedi Mulyadi
Sementara itu, Wakil Menteri PPN/Bappenas RI, Febrian Alphyanto Ruddyard, menyampaikan bahwa pendekatan pembinaan remaja sebaiknya mempertimbangkan konteks lokal.
"Setiap daerah punya kekhasannya dan saya rasa masing-masing kepala daerah pasti sudah tahu apa yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi wilayahnya," ujar Febrian dalam peluncuran Early Childhood Development Index (ECDI) pada Rabu, 14 Mei 2025, di Jakarta.
Meski begitu, ia mengingatkan pentingnya menutup celah yang bisa menggagalkan masa depan generasi muda.
"Jangan meninggalkan loophole apapun yang membuat kita tidak bisa memaksimalkan potensi mereka," tegasnya.