Gubernur Jabar Masukkan Anak Bermasalah ke Barak Militer, Begini Tanggapan Wakil Menteri PPN

6 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengirim anak-anak bermasalah ke barak militer untuk dibimbing menjadi pribadi yang lebih baik.

Program ini mendapat tanggapan dari berbagai pihak termasuk Wakil Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (PPN/Bappenas RI) Febrian Alphyanto Ruddyard.

Menurutnya, generasi muda perlu disiapkan sebaik-baiknya. Jangan sampai ada celah yang memungkinkan mereka melakukan hal yang tidak patut.

“Umumnya kita harus menyiapkan generasi muda kita sebaik-baiknya, jangan meninggalkan loophole (celah) apapun itu yang memungkinkan mereka berbuat yang tidak baik,” kata Febrian usai peluncuran Early Childhood Development Index (ECDI) di Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025).

Ia juga menyampaikan, jangan sampai semua pihak meninggalkan celah apapun yang menghambat anak-anak untuk memaksimalkan potensi mereka..

“Jangan meninggalkan loophole apapun yang membuat kita tidak bisa memaksimalkan potensi mereka.”

Lantas, apakah keputusan Dedi Mulyadi dalam memasukan anak-anak ke barak militer adalah keputusan yang tepat?

“Setiap daerah punya kekhasannya dan saya rasa masing-masing kepala daerah pasti udah tahu apa yang harus dilakukan sesuai dengan kondisi wilayahnya,” ucap Febrian.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeklaim banyak orangtua yang menitipkan anak-anak mereka untuk ikut program pendidikan karakter ala militer yang digagasnya.

Kriteria Anak yang Masuk Barak Militer

Program "menitipkan" siswa-siswa bermasalah ke barak militer telah dimulai pada 2 Mei 2025 di Kabupaten Purwakarta.

Sebanyak 39 siswa telah mengikuti pendidikan karakter di Barak Resimen 1 Sthira Yudha.

Anak-anak tersebut menjalani program Pendidikan Karakter, Disiplin dan Bela Negara Kekhususan yang dicanangkan Dedi Mulyadi. Dia pun menjelaskan kriteria remaja atau siswa yang menjalani program di barak militer.

"Kriterianya adalah anak-anak yang sudah mengarah ke tindakan-tindakan kriminal. Dan orangtuanya tidak punya kesanggupan untuk mendidik.”

“Artinya bahwa yang diserahkan itu adalah siswa yang orang-orangtuanya sudah tidak sanggup lagi, sudah tidak mampu lagi untuk mendidik. Jadi kalau orangtuanya tidak menyerahkan, kita tidak akan menerima," ungkap Dedi di Bandung, pada 2 Mei 2025, mengutip Kanal News-Liputan6.com.

Program Anak Masuk Barak Militer dari Kacamata Psikolog

Dalam hal perkembangan remaja, jika dilihat dari ilmu psikologi, pendekatan militeristik justru menyimpan risiko serius terhadap pembentukan identitas dan kesehatan mental jangka panjang para remaja.

Psikolog anak dan remaja dari PION Clinician, Madasaina Putri, M.Psi mengingatkan bahwa pendekatan keras dan penuh tekanan seperti di barak militer kurang tepat jika diterapkan secara seragam.

"Remaja ini memiliki latar belakang yang berbeda-beda, juga memiliki profil kepribadian sosial emosional yang berbeda. Misalnya remaja tersebut memiliki kecenderungan cemas, pendekatan keras dan penuh tekanan bisa memicu perasaan terancam, memperparah stres, dan bahkan bisa saja memperburuk kondisi cemasnya menjadi gangguan kecemasan klinis," jelas Madasaina kepada Health-Liputan6.com.

Sementara itu, remaja dengan kecenderungan perilaku oposisional justru bisa semakin menantang dan memperkuat sikap menentangnya.

“Alih-alih berubah menjadi lebih baik, mereka bisa merasa tidak dipahami dan makin sulit diarahkan,” tambah Madasaina.

Lebih jauh lagi, pendekatan militer ini berisiko memperkuat label negatif terhadap remaja.

“Ketika mereka dikirim ke barak militer sebagai hukuman, itu bisa menginternalisasi label bahwa mereka memang nakal dan bermasalah. Di usia yang sedang membentuk identitas diri, ini sangat berbahaya,” katanya.

Bahkan, pandangan lingkungan sosial pun bisa ikut membentuk persepsi negatif terhadap mereka, yang pada akhirnya membentuk identitas menyimpang yang justru dihindari.

Selain itu, jika pendekatan otoriter diberikan tanpa ruang dialog, hal tersebut berisiko meninggalkan dampak psikologis jangka panjang.

"Remaja bisa kehilangan kepercayaan pada figur otoritas maupun orang dewasa," ujarnya.

Kondisi Anak di Barak Militer Menurut Kak Seto

Baru-baru ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, mendatangi langsung barak militer Dedi Mulyadi di Dodik Bela Negara Rindam III/Siliwangi, Cikole, Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Pria yang akrab disapa Kak Seto itu kemudian mengungkap kondisi anak-anak di sana. Ia menyebut, tidak ada hak anak yang dilanggar dalam kegiatan pendidikan karakter tersebut, meski dilaksanakan di lingkungan militer.

"Sering kali ada anggapan keliru. Meski ada unsur kedisiplinan ala militer, pendekatannya tetap menggunakan bahasa anak dan menjunjung tinggi hak-hak mereka," kata Kak Seto dalam kunjungan pada Sabtu, 10 Mei 2025.

"Anak-anak mendapat hak untuk tumbuh dan berkembang, perlindungan, kesempatan menyuarakan pendapat, bahkan ada pemeriksaan kesehatan dan psikologi," imbuhnya mengutip laman Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), Rabu (14/5/2025).

Pendidikan karakter ini, sebut dia, dikawal berbagai pihak secara intensif, sehingga pelaksanaannya "aman dan berdampak positif" bagi para peserta didik.

Ia juga mengapresiasi program yang diinisiasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tersebut. Ia menyebut bahwa Pemprov Jabar sangat terbuka terhadap masukan, termasuk permintaannya meninjau langsung kondisi anak-anak peserta didik.

LPAI, menurut Kak Seto, akan terus memantau hingga pendidikan karakter para siswa selesai. Ia bahkan berencana untuk kembali datang dalam waktu dekat guna jadi narasumber dan mengajar langsung para siswa. 

Read Entire Article
Helath | Pilkada |