166 Ribu Kasus DBD Ditanggung BPJS Kesehatan di Awal 2025, Separuhnya Anak dan Remaja

Liputan6.com, Jakarta - Penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Data BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa sepanjang paruh pertama tahun 2025 terdapat 166.665 peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang menjalani perawatan akibat DBD.

Lebih dari 50 persen kasus terjadi pada anak dan remaja di bawah usia 20 tahun, menandakan bahwa penyakit ini masih sangat rentan menyerang generasi muda. "Harusnya semua pihak bergerak dan bergotong-royong, karena 1.400-an orang meninggal akibat DBD. Bahkan, lebih dari 50 persen di antaranya adalah anak dan remaja di bawah 20 tahun. Ini akibat yang luar biasa," ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D.

Tak hanya mengancam jiwa, DBD juga menimbulkan beban besar bagi keluarga dan sistem kesehatan nasional. Ghufron menjelaskan bahwa peserta Program JKN yang mengalami gejala DBD dijamin penuh oleh BPJS Kesehatan. Peserta dapat langsung mengakses layanan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) untuk pemeriksaan dan pengobatan awal.

"Jika menurut penilaian medis perlu penanganan lanjutan, peserta akan dirujuk ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut. Proses rujukan dilakukan berdasarkan indikasi medis dan kondisi klinis, bukan semata jenis penyakit atau permintaan peserta. Masih banyak yang keliru mengira DBD tidak bisa dirujuk, padahal tetap dijamin dalam Program JKN," ujar Ghufron.

Dia, menambahkan, ketentuan tersebut sesuai Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) dan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tata Laksana Infeksi Dengue Anak dan Dewasa. Dari 736 daftar penyakit dalam SKDI, 144 di antaranya termasuk DBD merupakan kompetensi wajib dokter FKTP.

Dari sisi pembiayaan, BPJS Kesehatan mencatat lonjakan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, kata Ghufron, biaya klaim perawatan pasien demam dengue dan DBD sebesar Rp626 miliar, meningkat menjadi Rp1,39 triliun pada 2022, dan mencapai Rp1,26 triliun pada 2023.

"Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat pada 2024 dengan total klaim Rp2,9 triliun untuk lebih dari satu juta kasus rawat inap," ujar Ghufron.

Dia, menegaskan, BPJS Kesehatan menanggung seluruh biaya tanpa batasan plafon. Rata-rata biaya rawat jalan berkisar Rp200 ribu s.d Rp300 ribu, sementara rawat inap mencapai sekitar Rp4,5 juta per orang.

"Kami membayar klaim maksimal dalam 14 hari. Jadi, kalau ada yang bilang pasien harus pulang dalam tiga hari karena aturan BPJS, itu tidak benar," tambahnya.

Sebagai bagian dari upaya memperkuat kewaspadaan di musim hujan, BPJS Kesehatan berkolaborasi dengan pemerintah, akademisi, dan sektor swasta seperti Takeda Pharmaceuticals.

Melalui acara media briefing bertajuk 'Urgensi dan Kepemimpinan Indonesia dalam Perjuangan Melawan Dengue', para pemangku kepentingan menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menekan angka kematian akibat DBD.

"Dunia mengalami peningkatan signifikan kasus dengue dalam lima tahun terakhir. Hingga akhir April 2024, tercatat lebih dari 7,6 juta kasus di seluruh dunia dengan 3.000 kematian," kata President Global Vaccine Business Unit, Takeda Pharmaceuticals, Derek Wallace.

Namun, Indonesia justru berhasil menekan laju kasus dengue pada 2025, berkat komitmen kuat pemerintah dan kolaborasi berbagai pihak. 

Dengan risiko peningkatan kasus akibat perubahan iklim dan cuaca ekstrem, sinergi antara pemerintah, BPJS Kesehatan, dan sektor swasta diharapkan dapat memperkuat pencegahan serta mendukung target Zero Dengue Deaths 2030.