Liputan6.com, Jakarta Pemain sepakbola Neymar terinfeksi virus COVID-19. Hal tersebut disampaikan klub sepakbola yang dibelanya, Santos Futebol Clube dalam pernyataan ke awak media Brazil.
Santos mengungkapkan Neymar mulai menunjukkan gejala sakit pada hari Kamis kemarin. Namun tak disebutkan secara detail gejala yang dimaksud.
Usai mengalami gejala, bintang tim sepakbola Brasil itu pun langsung dikeluarkan dari seluruh aktivitas tim seperti mengutip ESPN, Senin, 9 Juni 2025.
Ia kemudian menjalani pemeriksaan kesehatan. Hasil tes yang keluar pada Sabtu kemarin menunjukkan bahwa Neymar terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Klub tersebut tidak mengungkapkan berapa lama Neymar akan absen dalam aktivitas bersama Santos.
Terlepas dari kondisi kesehatannya, masa depan mantan penyerang Barcelona di Santos pun belum diputuskan. Mengingat kontraknya dengan klub yang bermarkas di Vila Belmiro, Brasil itu berakhir pada 30 Juni 2025.
Neymar memulai karier sepak bola di usia 17 tahun bersama Santos pada 2009. Lalu, pada 2013 ia diboyong untuk membela klub sepakbola Barcelona. Lalu, pada 2017 ia pindah klub lagi, kali ini Neymar memilih PSG di Prancis.
Kontrak dengan PSG berakhir pada 2023, kemudian ia pindah ke klub sepak bola Arab Saudi, Al Hilal. Pada awal 2025 ia kembali membela Santos.
COVID-19 Belum Hilang
Penyakit akibat virus, COVID-19 masih ada di dunia. Di berbagai penjuru dunia pada tahun ini menunjukkan peningkatan kasus. Terutama di beberapa negara Asia.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Profesor Tjandra Yoga Aditama mengatakan masyarakat harus menyadari bahwa COVID-19 masih beredar di sekitar kita.
"Kasus COVID-19 belum hilang, termasuk di Indonesia. Kemungkinan variasi peningkatan kasus tetap ada dari waktu ke waktu," ujar Prof. Tjandra.
Kesadaran ini akan membantu kita untuk tidak lengah dan tetap waspada menghadapi pandemi yang belum berakhir.
Langkah Pencegahan
Langkah pencegahan yang paling efektif adalah menjaga kebiasaan hidup bersih dan sehat.
"Perilaku hidup bersih dan sehat bukan hanya melindungi dari COVID-19, tetapi juga penyakit lain. Ini adalah modalitas utama yang harus dilakukan selalu, ada atau tidaknya lonjakan kasus," kata Prof. Tjandra.
PHBS meliputi cuci tangan dengan sabun, penggunaan masker saat diperlukan, menjaga jarak, serta menjaga daya tahan tubuh melalui pola makan sehat dan olahraga teratur.
Mengenai peningkatan kasus COVID-19 di negara tetangga perlu diamati dengan cermat.
Menurut Prof. Tjandra, tidak perlu panik, namun kewaspadaan harus ditingkatkan agar potensi gelombang baru dapat dikendalikan sejak awal.
Indonesia Perlu Bersiap Hadapi COVID-19
Di Indonesia, kasus COVID-19 alami peningkatan meski secara data tidak setinggi Thailand, Hong Kong, Malaysia dan Singapura.
Guru Besar FK-KMK UGM sekaligus peneliti Mikrobiologi Klinik Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D., Sp.MK, mengatakan, peningkatan kasus di negara tetangga tidak dapat secara pasti akan diikuti peningkatan penularan di Indonesia.
“Namun, belajar dari penularan di masa pandemi yang sangat cepat dan luas, akan lebih baik kalau kita bersiap,” katanya mengutip laman UGM.
Tri menjelaskan, varian SARS-CoV-2 yang dominan menyebar di Thailand adalah XEC dan JN.1, lalu di Singapura LF.7 dan NB.1.8 (turunan JN.1), di Hongkong JN.1, dan di Malaysia adalah XEC (turunan JN.1).
Sementara, varian yang dominan di Indonesia saat ini berbeda dengan yang ada di negara tetangga yakni MB 1.1. Varian ini belum masuk pada daftar Variants of Interest (VOIs) maupun variants under monitoring (VUMs) yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Ia mengatakan, belum banyak informasi spesifik tentang Variant MB1.1, tetapi, ia menduga manifestasi klinis yang muncul tidak banyak berbeda dengan varian omicron lain yang pernah beredar di Indonesia.
“Gejala yang ditimbulkan pun sejauh ini serupa dengan varian-varian COVID-19 sebelumnya, termasuk demam, pusing, batuk, sakit tenggorokan, mual dan muntah, serta nyeri sendi,” imbuhnya.