Setiap 2 Menit Ada 1 Pasien DBD Dirawat, Wamenkes Dante Dorong Kolaborasi Lawan Demam Berdarah Dengue

Liputan6.com, Jakarta - Kasus demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD, Ph.D pun mengungkapkan fakta mencengangkan. Setiap dua menit, ada satu pasien DBD yang dirawat di rumah sakit. 

"Satu gigitan nyamuk saja cukup untuk membuat seseorang harus dirawat di rumah sakit. Tragisnya, setiap dua menit ada satu pasien DBD yang dirawat," ujar Dante dalam diskusi media Policy Dialogue on Dengue: Membangun Sistem Pelaporan dan Peringatan Dini yang Terintegrasi Menuju Indonesia Zero Dengue Death 2030 pada Rabu, 5 November 2025.

Menurut data Kementerian Kesehatan RI, hingga tahun 2024 tercatat 257 ribu kasus DBD di Indonesia. Sementara itu, data BPJS Kesehatan menunjukkan jumlah pasien yang dirawat mencapai 1 juta orang, dengan 1.450 kasus kematian akibat DBD pada 2024. 

Hingga 2025, angka kematian masih berada di sekitar 500 kasus. "Padahal kita punya komitmen bersama untuk mencapai nol kematian akibat dengue pada tahun 2030," kata Dante.  

Dante menjelaskan bahwa tingginya kasus DBD di Indonesia bukan tanpa sebab. Letak geografis Indonesia yang berada di antara 6 derajat lintang utara dan 11 derajat lintang selatan membuatnya sangat ideal bagi perkembangan virus dengue.

"Virus dengue bisa tumbuh di wilayah antara 35 derajat lintang utara dan 35 derajat lintang selatan. Artinya, seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, berada di wilayah yang berpotensi tinggi untuk penularan dengue," ujarnya. 

Kondisi iklim tropis dan curah hujan yang tinggi turut mempercepat siklus hidup nyamuk Aedes aegypti, vektor utama penyebaran DBD. Oleh sebab, Dante menegaskan bahwa pengendalian DBD harus dilakukan secara menyeluruh dan melibatkan semua pihak.

Selain berdampak pada kesehatan, DBD juga menimbulkan kerugian ekonomi besar. Biaya perawatan pasien dan hilangnya produktivitas akibat sakit membuat negara harus menanggung kerugian hingga Rp15 triliun per tahun.

"Kerugian untuk perawatan pasien DBD saja mencapai sekitar Rp3 triliun per tahun. Bila ditambah kehilangan produktivitas, nilainya bisa menembus Rp15 triliun," kata Dante. 

Kerugian besar ini juga menyumbang 0,71 persen dari total Disability Adjusted Life Years (DALY) di Indonesia, atau hilangnya tahun kehidupan produktif akibat penyakit.

Wamenkes Dante menegaskan bahwa demam berdarah dengue bukan hanya persoalan medis, melainkan juga masalah sosial, ekonomi, dan kemasyarakatan. Dia mengapresiasi langkah Forum Denpasar 12 yang menginisiasi kolaborasi lintas sektor melalui program ini.

Menurut Dante, upaya menuju Zero Death Dengue 2030 memerlukan sinergi berkelanjutan antara pemerintah, akademisi, swasta, media, dan masyarakat.

"Persoalan dengue bukan hanya urusan dokter atau pasien, tapi persoalan kita bersama. Forum seperti ini penting untuk memperkuat kolaborasi agar kebijakan yang diambil lebih ilmiah, aplikatif, dan berkeadilan sosial," ujarnya.

Dia optimistis, dengan kesadaran bersama dan sosialisasi yang kuat, Indonesia bisa menekan angka kematian akibat DBD hingga nol pada 2030. 

"Dengan komitmen kuat dan kolaborasi yang berkesinambungan, kita bisa mewujudkan masa depan di mana dengue hanya menjadi penyakit biasa tanpa kematian," pungkasnya.