Menkes Budi Ungkap Prodi PPDS dengan Laporan Bullying Terbanyak, Penyakit Dalam Teratas

5 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan RI telah menerima 2.668 pengaduan perundungan di lingkungan kedokteran sejak Juni 2023. Dari angka itu, 632 kasus terkonfirmasi perundungan.

Perundungan terjadi di rumah sakit kemenkes, RSUD, RS Universitas dan Fakultas Kedokteran Universitas. Mengingat kasus perundungan terjadi juga di lingkungan rumah sakit perguruan tinggi, maka Kemenkes berkoordinasi dengan Kemenristekdikti.

"Karena enggak semuanya terjadi di lingkungan di bawah Kementerian Kesehatan maka kami sudah berkoordinasi dengan Pak Nadiem Makarim (Menristedikti periode 2019-2024)," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Rabu, 30 Mei 2025.

Hasil dari koordinasi tersebut mengungkap ada 22 prodi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dengan laporan perundungan. Ilmu penyakit dalam menjadi urutan teratas prodi dengan laporan pengaduan bullying terbanyak.

"Kalau sebagai prodi, yang paling banyak pengaduan (perundungan) itu adalah prodi penyakit dalam, bedah, anestesi, obgin, anak," kata Menkes Budi.

Secara rinci berikut daftar 22 prodi dengan laporan pengaduan bullying terbanyak:

  • Ilmu Penyakit Dalam 80 pengaduan
  • Bedah 46 pengaduan
  • Anestesi 27 pengaduan
  • Obstetri dan Ginekologi 22
  • Anak 21 pengaduan
  • Mata 16 pengaduan
  • Bedah Plastik 16 pengaduan
  • Bedah Syaraf 16 pengaduan
  • Orthopedi 15 pengaduan
  • Neurologi 14 pengaduan
  • Kulit dan Kelamin 9 pengaduan
  • Patologi Klinik 8 pengaduan
  • Jantung 8 pengaduan
  • Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi 8 pengaduan
  • Urologi 7 pengaduan
  • Bedah Mulut 3 pengaduan
  • Radiologi 3 pengaduah
  • Bedah Anak 2 pengaduan
  • THT 2 pengaduan
  • Gizi Klinik 1 pengaduan
  • Okupasi 1 pengaduan
  • Forensik 1 pengaduan

Bentuk Perundungan di Lingkungan PPDS

Menurut Budi, paling banyak bentuk perundungan non fisik dan non verbal pada lingkungan PPDS. Diantaranya peserta PPDS dimintai pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan, tugas jaga di luar batas wajar, penugasa untuk kepentingan pribadi konsulen atau senior, dikucilkan atau diabaikan.

Terkait pembiayaan di luar kebutuhan pendidikan kedokteran. Budi mengungkapkan dana yang mengalir bisa ratusan hingga miliaran rupiah. Ia mencontohkan salah satu kasus menonjol ditemukan pada seorang peserta PPDS Anestesi di Semarang, almarhumah AR.

Budi mengungkapkan AR yang saat itu menjabat selama tiga bulan sebagai bendahara di program spesialis anestasi sempat mengelola dana hingga Rp1,6 miliar. Hal ini terungkap dalam data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dana itu kemudian mengalir ke berbagai oknum.

Pembiayaan non-resmi seperti pemesanan hotel, tiket perjalanan hingga permintaan layanan pribadi dari senior atau konsulen juga menjadi keluhan rutin peserta pendidikan spesialis yang diterima Kementerian Kesehatan.

"Dana yang dikumpulkan dari peserta didik itu ditransfer rutin dan sebagian mengalir ke oknum tertentu. Ini kami temukan hampir di semua sentra pendidikan," kata Budi.

Kekerasan Fisik dan Verbal di Lingkungan PPDS

Bentuk perundungan fisik yang ditemukan di lingkungan pendidikan kedokteran diantaraya seperti hukuman push-up, memakan cabai, berdiri selama berjam-jam, hingga makan telur mentah. Semua perlakuan tersebut kerap didokumentasikan dan disebar di grup WhatsApp antarpeserta didik oleh Menkes Budi disebut jarkom atau jaringan komunikasi. 

Selain perundungan fisik, ada juga perundungan verbal berupa ucapan kasar sampai sangat kasar. Hal tersebut juga ada terekam dalam jarkom. 

"Juga bentuk perundungan yang paling umum adalah verbal di grup komunikasi atau disebut Jarkom, ya WA grup, seperti penggunaan bahasa yang sangat-sangat kasar yang dilakukan senior kepada junior," kata Budi.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |