PPDS Berbasis Universitas Kini Dapat Insentif dan Perlindungan Hukum

21 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis universitas mulai menerima insentif dari rumah sakit pendidikan milik pemerintah. Para peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) berbasis universitas mulai menerima insentif dari rumah sakit pendidikan milik pemerintah. Langkah ini menjadi bagian penting dari transformasi sistem kesehatan nasional, terutama dalam menciptakan lingkungan belajar yang lebih adil dan manusiawi bagi calon dokter spesialis.

Dua rumah sakit vertikal milik Kementerian Kesehatan yang telah mengimplementasikan kebijakan ini adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.

Mulai dari Rp1,5 Juta hingga Rp4 Juta per Bulan

RSUP Dr. Kariadi telah mulai memberikan insentif sejak Maret 2025 kepada PPDS senior yang berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Nominalnya berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp4 juta per bulan, tergantung beban dan durasi tugas jaga.

“Ini merupakan langkah awal. RS Kariadi berkomitmen terus untuk dapat memberikan insentif kepada seluruh peserta PPDS, termasuk yang di luar jaga IGD. Saat ini, kami sedang dalam proses perhitungan serta penyusunan kebijakannya bersama Kemenkes agar sistem pembayaran dan besarannya tidak bervariasi antar RS vertikal yang melaksanakan pendidikan,” ujar Sri Utami, Direktur SDM RSUP Dr. Kariadi.

Langkah serupa juga telah lama dilakukan oleh RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Direktur Utama dr. Iwan Dakota menjelaskan bahwa insentif untuk PPDS di rumah sakitnya telah diterapkan jauh sebelum kebijakan nasional digulirkan.

“RS Harapan Jantung merupakan yang pertama memberikan insentif. Sudah lama diberlakukan untuk mendukung kelancaran proses pendidikan spesialis di RS,” kata Iwan.

Besaran insentif PPDS di rumah sakit ini berada pada kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta per bulan, tergantung pada tingkat semester dan masa pengabdian peserta. Khusus untuk program fellowship intervensi, peserta mendapatkan insentif hingga Rp4,72 juta per bulan, sementara untuk program non-intervensi sebesar Rp4 juta.

Menjawab Kebutuhan Nyata di Lapangan

Selama ini, para dokter muda yang menjalani pendidikan spesialis di rumah sakit kerap dihadapkan pada tantangan finansial, terutama bagi mereka yang tidak terikat beasiswa. Berbeda dengan PPDS berbasis rumah sakit yang telah mendapat dukungan dari skema beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), PPDS berbasis universitas baru mulai merasakan dukungan serupa dalam bentuk insentif langsung.

Kebijakan ini menjawab kebutuhan nyata di lapangan. PPDS tidak hanya belajar, tetapi juga berperan besar dalam operasional rumah sakit, termasuk pelayanan IGD, bangsal rawat inap, hingga ruang operasi.

Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, telah menegaskan bahwa pemberian insentif ini merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem pendidikan kedokteran yang lebih berkeadilan dan mendukung kesejahteraan peserta didik.

Lingkungan Belajar Sehat Bebas Perundungan

Kementerian Kesehatan tidak hanya fokus pada sisi finansial. Sejak pertengahan 2023, Kemenkes secara aktif membenahi iklim pendidikan kedokteran agar lebih sehat dan bebas dari kekerasan verbal, fisik, maupun psikologis yang masih sering terjadi di berbagai institusi.

Hingga 25 April 2025, sebanyak 2.668 laporan pengaduan telah diterima Kemenkes melalui kanal resmi. Dari jumlah itu, sekitar 24% atau 632 laporan berkaitan langsung dengan praktik perundungan.

Untuk mendorong transparansi dan penanganan kasus, Kemenkes membuka saluran pengaduan yang dapat diakses oleh masyarakat dan tenaga kesehatan melalui WhatsApp 0812-9979-9777 atau situs web perundungan.kemkes.go.id.

SIP Tambahan dan Perlindungan Hukum bagi PPDS

Langkah reformasi lainnya adalah pemberian Surat Izin Praktik (SIP) tambahan sebagai dokter umum bagi peserta PPDS. Ini menjadi terobosan penting yang memungkinkan mereka melakukan praktik mandiri secara legal di luar jam pendidikan.

Sebelumnya, banyak PPDS menjalankan praktik umum tanpa SIP, yang tentu berisiko secara hukum. Dengan legalitas baru ini, mereka tidak hanya mendapatkan perlindungan hukum, tetapi juga peluang tambahan untuk meningkatkan penghasilan secara sah.

Tak kalah penting, jam belajar dan praktik di rumah sakit pendidikan pun akan diatur lebih ketat untuk mencegah eksploitasi berlebihan oleh senior atau institusi. Ini sejalan dengan semangat menjadikan rumah sakit pendidikan sebagai ruang pembelajaran profesional, bukan ladang kerja tanpa batas.

Read Entire Article
Helath | Pilkada |